Hati-Hati Gambar tidak sesuai dengan artikel |
Petani Karet Menangis? Ya itu pengibaratan saya sejak sebelum Pemilihan presiden lalu. Sudah lama bukan? Sejak saat itu harga karet di daerah saya menurun dari harga yang biasanya mencapai 11.000-12.000 per kg harga normal sejak sebelum pemilihan presiden harga berada pada nominal 6.000 ribuan. Sebagai orang yang tidak ahli dalam pakar ekonomi, saya tidak akan membahas kemungkinan kenapa harga karet belum bisa merangkak naik? Lalu? Apa yang akan saya bahas? Saya akan bahas yang sederhana-sederhana saja. Kecuali ada para pembaca yang ingin menjelaskan kenapa harga karet turun? Ataukah harga karet dunia sedang turun? Atau stok bahan mentah karet di seluruh pabrik di Indonesia khususnya kebanyakan, sehingga harga karet mentah dari petani nyaris tak berharga? Entahlah kita tanyakan saja pada rumput yang bergoyang *dudududu*
Dulu, konon katanya biasa harga karet naik turun, yang paling nggak biasa kali ini, karena biasanya karet turun itu ya tidak lama berkisar sebulan-3 bulanan, dan yang terjadi adalah para petani karet di sini merasa semakin sulit, yang biasanya sekali panen bisa mendapatkan uang semisal 1.000.000 jika harga karet 10.00 untuk 100 kg karet, sekarang? Bisa anda kalikan sendiri *kok gitu* hehehe apalagi kalau musim penghujan tiba, karet yang tidak bisa diambil getahnya dan tidak mungkin memanennya membuat hati petani karet menangis. Beda cerita ketika dulu harga karet sempat menjadi raja, yakni 1 kgnya seharga 20.000.
Kita, yang mungkin tidak terjun langsung di dunia perkebunan karet, menyikapi hal tersebut bisa memberi saran dengan kata “sabar, semua pasti ada akhirnya” atau kata-kata super hero lainnya. Tapi orang yang berkecimpung langsung di dalamnya, merasa begitu berat, terkadang melupakan bahwa ada tidaknya rizki itu dari Tuhan, tapi menganggapnya dari harga karet yang sebisa mungkin normal.
Sebagai makhluk yang beragama, tidak pantas rasanya mengesampingkan keberadaan Tuhan dalam hal seperti ini, karena muara yang harus kita yakini adalah semua atas kehendak-Nya. Jangan sampai karena hal semacam ini membuat kita terlalu membenci kedatangan hujan, karena kita tidak bisa mendapatkan uang lebih dari karet, padahal hujan hanya menurut pada titah Tuhannya untuk turun ke bumi. Bukan seberapa banyak uang yang kita hasilkan yang akan menemukan keberkahan, tapi seberapa kuat kita mau berusaha untuk mendapatkan rizki yang mulia. Semoga keberkahan selalu menyelimuti kita, apapun pekerjaan kita dan berapapun hasilnya.
silahkan masuk :)
ReplyDeleteSemua petani di Indonesia memang kurang perhatian pemerinta ya mba!
ReplyDeleteSepertinya, terasanya seperti itu ya mas, hehe tapi entahlah, semoga badai lekas berlalu*eh* hehe
DeleteMbak hubungannya karet sama hujan apa ya?
ReplyDeleteAda dong mas Luthfi hubungannya, jika hujan turun pohon karet basah, para petani karet tidak bisa mengambil getah karet yang dapat diambil dari proses *nderes* yakni menghilangkan bagian kulit karet secara beraturan untuk diambil getahnya, jika musim hujan disamping bisa membuat kulit karet rusak dan mempercepat kepunahan, aliran getah karet juga tidak beraturan, intiny kalauhujan tidak bisa mengambil panen, otomatis pemasukan berkurang begitu
DeleteJadi intinya, karet hanya bisa disadap saat musim panas saja, bukan begitu mbak Amri? :)
DeleteAh, suka sekali dengan paragraf terakhirnya :)
ReplyDeletewahhh saya kok ikutan suka ya, mbak indi? hehe selamat datang :)
DeleteDi Indonesia mah serba susah. Pemerintahnya ituloh yg bikin muak
ReplyDeletesaya kalau mikir pemerintah juga kadang pingin mabok mas bahrul *nah lho* makanya saya nggak mikirin mereka, hehehe *saya mah apa atuh* selamat datang mas MBU
Deletekalau semangka dan cabe atau melon, ketika produksi banyak permintaan sedikit maka harga turun, ketika produksi sedikit permintaan banyak maka harga naik, kalau karet ini saya kurang tahu mbak
ReplyDeleteAssalaamu'alaikum wr.wb, mbak Amri... pokok karet itu pokok getah ya mbak. Kalau membaca penjelasan mbak tentang karet ia seperti pokok getah di Malayisa. Memang hujan bisa menjadi satu faktor pokok karet kurang menghasilkan produk susunya. Semua itu ujian Allah untuk menguji sabar manusia. Kita perlu bijak memikirkan usaha lain apabila menghadapi kesukaran begini. Maaf, baru membalas kunjungan mbak. Salam manis dari Sarikei, Sarawak. :)
ReplyDeleteRasanya harga karet sekarang gak sebanding sama panas hujan yang dirasain petaninya pas manen karet. Iya gak sih, Mbak?
ReplyDeleteTerimkasih mba atas kunjungannya ke blog saya.
ReplyDeleteini merupakan kunjungan pertama saya di blog mba Evianti
salam kenal mba :)
Para petani banyak yang menangis mbak, keculai para petani yang memiliki modal tinggi, SDM bidang pertanian semakin berkurang karena sektor ini memang kurang menarik ketimbang perindustrian dan perdagangan, padahal dari pertanian semua berawal
ReplyDeletekalau dua puluh tahun yang lalu mungkin nasib mereka tidak begini
ReplyDeleteMakasi uda di persilahkan :D
ReplyDeletebaca ini jadi inget,tahun lalu lihat saudara yang punya pohon karet,kadang kalau lagi naik mereka smangat,tapi kalau harganya udah anjlok,karet dibiarin aja netes. kalau tematnya udah penuh,ya udah dibuang aja gitu :(
ReplyDeleteTadi saya lihat berita di tv pada tahun 2015 ini ekspor komoditas karet olahan memang turun mbak, bhkan jauh dari tahun lalu, sampai 30% turunnya. Di tempat saya juga banyak petani karet, kasihan mereka mengeluhkan harga karet. Soalnya harga satu kilo karet tak sebanding dengan harga satu kilogram beras...
ReplyDeleteIkut prihatin dengan nasib petani karet
ReplyDeletenice post
ReplyDeletesaya perlu mengulangi dua tiga empat kali untuk memahami isi entri yg ditulis oleh cik Amri. maaf, masih belum familiar sama bahasa Indonesia. tapi kalau saya tidak salah, isinya mengenai kedaifan petani di sana, kan?
ReplyDeleteLangsung ga konsen abis baca caption fotonya, hehe. Menggelitik.
ReplyDeleteKita jualnya ke tengkulak sih.. Ngga sesuai jadinya :(
ReplyDelete