Aku pernah mengalami saat hanya aku yang hadir pertama kali dalam kelas. Kusapu seluruh ruang kelas yang penuh dengan kekosongan. Aku adalah seorang santri, santri adalah sebutan untukku yang menimba ilmu di pesantren. Bel berdentang sangat lantang pertanda pelajaran akan segera di mulai. Aku masih merasakan desiran dalam dadaku,dan semakin terasa keras saat tak ada satupun teman yang menyusulku.
Ku pegang erat kitab amtsilati, komat-kamit nadzom kulantun meski tak runtut. Entah sudah berapa kali tiqror bacaan ini masih saja serasa ada yang mengganjal tenggorokkan.
"Assalamu'alaikum" suara ustadzah Karima seolah mengilangkan semua nadzom panjangku arghhhh.
Ustadzah memulai kelasnya, meski hanya aku yang baru di kelas. Terdengar nyaring suara santri putri saling bersahut
"Kelas 1B masuk......."
Rasanya kalimat tersebut lebih dijadikan patokan tanda masukknya pelajaran dibanding dengan dentuman bel yang lebih mirip bom atom.
" Safia, maju hafalan" degup jantungku semakin mengeras, aku berharap di kelas diperkenankan mengenakan helm karena wajah ustadzah Karima sudah membuat hafalanku hilang. Belum sempat aku memasrahkan diriku ke depan kelas.
"Assalamu'alaikum Ustadzah mohon maaf terlambat" salah satu gerombolan anak telat mewakili berbicara.
"Ya, dimaafkan. Tapi tetap menjalankan hukuman karena terlambat" ucap beliau tanpa tersenyum. Mereka mulai melaksanakan tanggung jawab mereka karena terlambat. Setelahnya anak masuk kelas semakin tak terbendung. Aku yang harusnya sudah harus menghafal masih berada di atas kursi dengan rasa di atas bara api, panas sekujur badan dibuatnya. Tampak guratan kekecewaan di sana, kata yang sama pun tetap beliau sampaikan.
"Anak-anak, apa susahnya menunggu gurumu di dalam kelas? berulang kali Ibu, menyampaikan tanpa bosan masuk kelas sebelum guru datang. Berulang kali juga kalian mengulanginya. Menunggumu saat ini belum seberapa, setelah ini di kehidupan yang sesungguhnya ada banyak hal yang membuat kalian harus patuh menunggu. Patuhlah menunggu seperti patuhnya kalian menunggu hadir ke dunia saat dalam kandungan ibumu. Kalian telah menunggu kurang lebih 9 bulan di dalamnya. Kalian menang dan akhirnya bisa berada di sini. Jadi setelah ini, belajarlah bagaimana tetap sabar dalam menunggu ustadz masuk ke kelas, siapa tahu kesabaranmu yang akan menjadikan bermanfaatnya ilmu" Serasa salju pertama turun di kelasku. Ustadzah Karima bisa menjadi api bahkan salju dalam waktu yang sama.
Saat yang sama hujan turun membasahi bumi, setiap kita bisa melakukan menunggu hujan reda dengan sabar atau malah sebaliknya mencela hujan tanpa bosan,toh kita sabar dan tidak, hujan tetap saja turun, bukankah memilih sabar adalah keberuntungan? Selama ini aku telah menunggu banyak hal, yang sangat melekat adalah menunggunya aku akan hafal nadzom Amtsilati dengan normal, tanpa gagu yang menjadi penyakitku.Setelah kupikir menunggu ustadz/ah itu belum seberapa berat dibanding penantianku yang lainnya.
0 komentar:
Post a Comment
Komentar apa aja deh yang penting nggak SPAM, sok kenal juga nggak apa, saya juga suka sok kenal ma blogger lainnya hehe
Terimakasih dan selamat datang kembali.