Home » » Tabir Antargata : Kain Kafan Untuk Wanda

Tabir Antargata : Kain Kafan Untuk Wanda

Posted by Blog Amri Evianti on Saturday 16 May 2020

Bab 1

"Sudah dibilang kok siapapun yang tinggal di rumah itu bakal cepat mati, Zeedna." Gisa berbisik tepat di telinga ku saat kami menghadiri takziyah meninggalnya Wanda sahabat kami. 

"Stttt. Saaaa. Bukan mati, tapi meninggal." Aku mencoba menghentikan Gisa mengoceh saat kami harusnya berkabung. Tampak buliran bening menitik di matanya. 

"Kalau saja Wanda percaya omongan Mbah Kung ku, pasti Wanda belum mati diusia semuda ini." Gisa masih meneruskan keluh kesahnya dengan suara bergetar. Kata mati masih saja melekat di mulutnya. 

Aku beringsut membantu ibu-ibu menyiapkan kain kafan sebagai pakaian terakhir Wanda. 

Wanda memang memutuskan menikah muda, diumurnya yang masih dua puluh enam tahun dia telah memiliki satu orang putri berumur empat tahun dan harus meninggal karena penyakit kanker darah. 

Aku masih ingat penolakan Gisa saat Wanda akan menikah dengan Firman beberapa tahun yang lalu. 

"Wanda sebaiknya kamu jangan nikah dengan Firman. Mbah Kung ku bilang bahwa di atas tanah rumah Firman itu merupakan 'ndas-ndasane' sungai. Di sana tempat pembuangan jin. 'Ndas-ndasan' sungai itu sudah menjadi cerita umum di desa ini  Makanya sekarang Firman sebatang kara karena Bapak dan Ibunya telah dulu tiada." Gisa menyampaikan uneg-unegnya saat kami tahu bahwa Wanda akan serius tentang hubungannya dengan Firman. 

"Gis, maut itu rahasia Allah. Jangan mengada-ngada cerita," sanggah Wanda. Aku yang saat itu tidak ingin terlalu terlibat lebih banyak. Aku juga meyakini, jika Wanda memang jodoh untuk Firman pernikahan mereka akan segera digelar. 

Kini, Wanda terbujur kaku di depanku. Juga di depan Gisa. Gisa sudah berulang kali menyalahkan diri sendiri, jika saja dia mampu menggagalkan pernikahan Firman dan Wanda, perempuan yang paling mudah jodohnya diantara kami itu tidak akan meninggal secepat ini. 

Menurut dokter, Wanda memang menderita sakit kanker  darah stadium akhir. Namun Gisa selalu percaya, bahwa sakit Wanda ada hubungannya karena Wanda tinggal di rumah itu. Yang konon katanya di bawah rumah itulah ada sungai bernama Sungai Antargata. 

Sedikit banyak aku mulai goyah. Mungkinkah kisah mistis bahwa rumah Firman di bangun diatas muara sungai tempat pembuangan jin itu benar adanya? 
'Astaghfirulloh.' Aku mengucap istighfar dalam hati berkali-kali. Saat menyadari bahwa diri ini mulai termakan omongan Gisa. 

Kini tanganku mulai membantu memotong kain kafan untuk Wanda. Kain kafan ini akan dijadikan dua kain sebagai kain pelapis, satu kain panjang sebagai rok, satu kain untuk baju kurung, satu kain untuk kerudung, serta lima tali pengikat.

"Ya Allah jadikanlah pakaiannya pakaian kemuliaan dan masukkan dia Ya Allah ke dalam surga dengan rahmatmu yang maha Rahman dan Rahim."

Tanganku gemetar, denyut jantungku berdetak kian kencang. Aku mendengar tangis Gisa bersamaan dengan suara lantunan ayat Al Quran yang dibaca oleh seseorang laki-laki menggunakan pengeras suara. 

Suara Haira melengking kecil memanggilku itu lebih menyakiti hatiku. 

"Tanteeeee Zeee. Olong angunkan Ama." Ia memintaku membangunkan Mamanya dengan suara cadelnya. Aku memeluk lalu menggendongnya. Menyembunyikan linangan air mata yang sejak tadi aku tahan. Kini, air mata kesedihan itu benar-benar jatuh bersama rintik hujan yang mulai menuju bumi. Membasahi tanah yang akan menyambutmu, Wanda. 


Catatan Makna:

Mbah Kung: Kakek
Ndas-Ndasan Sungai: Induk Sungai. 
Olong angunkan Ama: Tolong bangunkan Mama. 



0 komentar:

Post a Comment

Komentar apa aja deh yang penting nggak SPAM, sok kenal juga nggak apa, saya juga suka sok kenal ma blogger lainnya hehe
Terimakasih dan selamat datang kembali.

Banner IDwebhost

Translate

.comment-content a {display: none;}