Labbaikallaahumma labbaik, Labbaika laa syariika laka
labbaik, innal hamda wanni’mata laka wal mulk laa sayarika laka.
Kalimat Talbiyah ibarat
angin yang memenuhi jagat Makkah Al Mukarromah, sedangkan kalimat takbir telah
berkumandang di seluruh seantero jagat raya ini, berderu hingga hari tasyrik
terhenti. Meski kini mega nyaris tak tampak, rintik hujan yang mulai merebahkan di atas
tanah yang telah memberikan ribuan nikmat untuk orang-orang yang ada di
kampungku, di sanalah terhampar lautan hutan karet yang menjadi mata
pencaharian warga Desa Perdamaian, sebuah Desa yang terletak di ujung propinsi
Jambi ini, tentunya jika kalian tak kenal nama desa yang kini ku tempati, desa
itu masih berada di kawasan negara Indonesia.
Bercerita tentang
hamparan hutan karet di sini, menjadikan mereka percaya bahwa salah satu
mensyukuri atas jutaan nikmat yang diberikan dengan cara berkurban, dan
alhamdulillah tadi pagi tepatnya di
depan masjid Baiturrahman, masjid yang letaknya tidak jauh dari tempat tinggal
saya, mengadakan penyembelihan hewan kurban. Hewan yang di kurbankan setelah
pelaksanaan sholat idul adha itu tampak ramai dihadiri oleh warga, tampak dua
ekor sapi yang sudah terikat di sebuah tiang, sapi yang dikurbankan oleh para
warga yang mampu ini, katanya si sapi ‘bali’, karena aku sendiri kurang begitu
paham mana sapi ‘Bali’ mana sapi nggak ‘Bali” kwkwkwkwk. Tampak
bapak-bapak seluruhnya membawa senjata
tajam, minimal ‘parang’ tidak ada yang
membawa pisau (emang mau motong ayam).
Sapi dibeli dari warga
sini juga, sebut saja namanya pak Banjir, salah satu juragan sapi di sini,
tampak jelas di wajahnya begitu berat ketika menarik pengikat sapi pertama
untuk di sembelih, bagaimana tidak kasihan (meski dapet duit juga si)
bertahun-tahun sapi dirawatnya, sampai-sampai seperti anak sendiri, yang lebih
membuat terharu adalah sapi yang berukuran lebih kecil ini dibanding sapi yang
kedua akan disembelih, begitu patuh ketika pak banjir membawanya kesebuah
lubang, sebuah lubang yang akan membawanya menjadi hewan terhormat dan mulia
dihadapan Allah dan tentunya dihadapan manusia.
Singkat cerita, sapi kini telah terikat dari
dua kaki depan dan dua kaki yang belakang, hingga tandukpun turut diikat, dan
semua bapak-bapak sudah mulai beraksi agar sapi tidak berlari saat disembelih,
suara takbir mulai kudengar perlahan, hingga akhirnya suara takbir itu semakin
mengeras keluar dari mulut orang-orang yang ada disebelahku dan keluar dari
mulutku, seiring dengan ‘golok’ yang
sudah mulai menuju leher sang sapi, erangan kini mulai terdengar dari sapi
tersebut. Pak Banjir sendiri agak menjauh karena tidak ingin menyaksikan
penyembelihan secara lansung. Wajah sapi mulai memelas, matanya tampak begitu
menyayat hati antara bahagia dan takut.
Allahu Akbar, Allahu
Akbar, Allahu Akbar...
Seiring takbir bergema,
‘seeeeeeerrrrrrr’ darah segar mulai mengucur, sapi meraung sejadi-jadinya,
bersamaan dengan itu ibu-ibu yang menyaksikan semuanya menangis hingga tak
henti-hentinya takbir keluar dari mulut mereka, aku mengusap air mata yang
sudah deras membasahi pipiku, melihat sapi disembelih, entah apa yang membuat
hal ini begitu mengharukan yang pasti, dari wajah sapi tersebut nampak bahwa
dia rela berkurban, raungannya adalah takbir yang dia ucapkan pada Tuhan yang
telah menjadikannya salah satu hewan yang bisa sebagai hewan kurban.
Allahu Akbar 3x...
Takbir kini semakin ku
lafadzkan dengan keras, ketika kulihat sapi yang menjadi urutan kedua untuk disembelih, dari
kedua matanya mengalir cairan bening, Subhanaallah sapi itu menangis. Isakku
semakin menjadi-jadi, ketika mulai sapi yang kedua mulai disembelih, saat
‘golok’ terhunus ke leher sapi tersebut, seiring darah mengucur dari lehernya,
air matanya kembali meleleh. Wahai sapi
damailah engkau, air matamu adalah sebuah bukti ketulusan dan kebahagian
mahkluk yang akan segera bertemu pada sang Kholiq.
***
Hari Raya Idul Adha atau
hari raya qurban mengajarkan kita akan arti keikhlasan yag setinggi-tingginya
pada Allah, mengajarkan akan arti berbagi atas rizki yang telah diterima selama
ini, hewan saja mampu mengorbankan dirinya untuk Allah, dengan harapan hal
tersebut mampu menjadi pelajaran bagi manusia untuk belajar berkurban.
Berkurban secara lebih luas tentunya bukan hanya sebatas kurban melalui daging
qurban, namun lebih dari itu bagaimana kita jika belum mampu berkurban dengan
seekor domba atau sejenisnya, kita bisa
berkurban lewat jalan lain sesuai dengan kemampuannya tentunya, semoga hari
Raya Idul Kurban menjadikan kita manusia yang lebih bermanfaat untuk dunia kita
masing-masing, dan semoga Allah senantiasa menguatkan langkah kita, Aminnnn
#Selamat Hari Raya Idul
Adha 1433 H, Semoga Memompa semangat kita untuk berbagi bersama.
Jambi, 26 Oktober 2012
Amri Evianti *)
*) Amri Evianti Alumni mahasiswa
Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta angkatan 2012 ini, yang saat ini menjadi Guru Muda di salah satu
sekolah menengah pertama di daerahnya, sejak tahun 2009 sudah memutuskan bergabung dengan Komunitas Mata
Pena Yogyakarta untuk menambah inspirasi menulisnya.
Puisi perdananya pernah dimuat di majalah Siswa
Nusantara (2007), cerpen perdananya yang berjudul “Aku Hanya Punya Hati”
tergabung di Antologi Es Campur 3 ‘Mozaik Kehidupan’ (2012), cerpennya yang
kedua juga terkumpul dalam sebuah antologi cerpen “Senandung Cinta” (Antologi
Es Campur 4) , dilanjutkan cerpen ketiganya yang berjudul “Gadis Pembawa Isyarat Tuhan” terkumpul di
Antologi Es campur 5 yang tergabung dalam sebuah antologi cerpen“ 25 Bingkisan
Rasa” yang semuanya terbit pada tahun 2012.
Untuk
menikmati gaya menulisnya, bisa di akses di www. Jejakpemimpi.blogspot.com.
Untuk menambah jaringan komunikasi bisa menghubungi emailnya melalui amrievianti@ymail.com.
lama gk apdate mbak
ReplyDelete