Aku di sini sejak fajar pertama berpendar. Sengaja aku menunaikan sholat shubuh di musala dekat pantai pantura ini hanya untuk menikmati terbitnya matahari pagi.
Angin berhembus menerpa setiap ujung helai rambutku bagian depan. Peci hitam legam sengaja tak kugunakan menutupnya. Kulilitkan melingkari leher sorban polos berwarna hijau tua pemberian abah tahun lalu.
Konon, menunggu adalah hal yang membosankan. Bagian yang lain, mengatakan bahwa keromantisan adalah sesuatu yang absurd ditunaikan. Aku ingin meminangnya, justru ia menolakku dengan mengirimkan buku bersampul hijau, yang saat ini sengaja kuphoto dan kukirim ke nomor wa miliknya.
'Penolakanmu, sudah sampai ....'
Aku mengirim pesan singkat. Dia online, tapi hanya muncul tanda dua biru bercentang. Ku tunggu ia mengetikkan sesuatu, namun zonk dia hanya membaca dan mengabaikanku.
Aku mengirim pesan singkat. Dia online, tapi hanya muncul tanda dua biru bercentang. Ku tunggu ia mengetikkan sesuatu, namun zonk dia hanya membaca dan mengabaikanku.
Kubuka halaman pertama buku #perempuantalijagat begitu bunyi judul antologi ini. Tampak selembar notes bertuliskan, "Bacalah buku ini, jika setelahnya engkau merasa mampu menyelesaikan setiap masalah yang mungkin saja terjadi setelah pernikahan kita, datanglah kembali. Jika engkau merasa dipermainkan karena syarat ini, cobalah baca cerpen masjid ke seribu bagian buku ini."
"Konyol,"gerutuku dalam hati. Namun, aku patuh membaca judul cerpen yang ia tawarkan.
Bersambung ....
0 komentar:
Post a Comment
Komentar apa aja deh yang penting nggak SPAM, sok kenal juga nggak apa, saya juga suka sok kenal ma blogger lainnya hehe
Terimakasih dan selamat datang kembali.